27 Juli 2020
Konflik dan masalah adalah hal yang wajar dimiliki oleh setiap pasangan yang sudah menikah. Sebetulnya, pertengkaran dan argumen mengenai masalah sehari-hari, hingga masalah yang cukup pelik justru seringkali dibutuhkan untuk meningkatkan kedekatan satu sama lain. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak konflik dan pertengkaran yang malah membawa pasangan ke perceraian. Lantas, bagaimanakah cara membedakan konflik dan pertengkaran yang wajar dan membawa kedekatan dengan pertengkaran yang bermasalah dan justru mengarahkan ke perceraian?
John M. Gottman adalah salah satu ilmuwan psikologi yang mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari riset yang ia lakukan di ‘Laboratorium Cinta’-nya, yaitu laboratorium yang ia gunakan khusus untuk meneliti hubungan pernikahan, Gottman menemukan tanda-tanda pertengkaran yang berpotensi membawa pernikahan ke dalam jurang perceraian.
Bahkan, Gottman dapat memprediksi pasangan mana saja yang akan bercerai dengan keakuratan 90% dari tanda-tanda tersebut, lho!
Penasaran? Yuk, simak artikel berikut ini!
Berhati-hatilah jika setiap kali berdiskusi, Anda atau pasangan seringkali memulai dengan kasar. Misalnya, diskusi dibuka dengan sikap yang negatif dan penuh tuduhan, seperti langsung menyalahkan pasangan dan tidak berusaha untuk berkompromi. Contohnya adalah ketika seorang istri yang sedang kesal memulai diskusi dengan menuduh suaminya egois karena ia tidak mau membantu pekerjaan rumah.
Menurut penelitian, pembukaan yang kasar saat berdiskusi hanya akan diakhiri dengan perasaan negatif yang justru malah memperbesar konflik. Jika hal ini terjadi hampir setiap kali diskusi dilakukan, mungkin Anda dan pasangan perlu untuk menarik nafas dan memulai kembali dengan pikiran yang lebih dingin.
Gottman menemukan bahwa pasangan yang pada akhirnya bercerai seringkali menampilkan 4 cara berdiskusi ini ketika bertengkar. Apa sajakah itu?
Kita pasti selalu punya hal yang tidak disukai dari pasangan dan seringkali kita komplain tentang hal tersebut. Namun, kita harus dapat membedakan antara kritik dan komplain karena kritik dapat berujung pada keruhnya hubungan, sedangkan komplain merupakan hal yang wajar terjadi. Lantas, apa bedanya kedua hal tersebut?
Komplain bersifat lebih spesifik dan terdiri dari 3 komponen, yaitu (1) apa yang dirasakan, (2) situasi yang sangat spesifik dan (3) apa yang lebih disukai. Sehingga, daripada mengatakan “Saya marah karena kamu selalu terlambat dan kamu sangat egois!”, Anda lebih baik mengatakan “Saya merasa marah (1). Ketika kamu tidak datang tepat waktu di kencan kita yang kemarin (2). Saya harap selanjutnya kamu datang lebih cepat (3).”
Dapatkah Anda melihat perbedaannya? Ya, kritik bentuknya terlalu umum. Kata ‘selalu’ dapat menunjukkan pada pasangan Anda bahwa dirinya selalu salah di mata Anda. Selain itu, kata “sangat egois” menunjukkan bahwa kesalahan terletak pada diri pasangan Anda, bukan pada keadaan atau situasi. Hal ini membuat Anda terlihat tidak berempati terhadap apa yang pasangan Anda rasakan.
Penghinaan muncul saat Anda merasa diri ‘lebih tinggi’ dari pasangan. Bentuknya dapat berupa cacian, ejekan, sarkasme dan sinisme terhadap pendapat atau hal-hal yang dilakukan oleh pasangan. Misalnya, saat Anda sedang berdiskusi soal pembagian pekerjaan rumah dan pasangan Anda komplain karena Anda sering melupakan pekerjaan. Saat Anda menawarkan solusi untuk membuat catatan yang akan ditempel di kulkas, pasangan Anda justru mengejek ide tersebut dan mengatakan bahwa Anda pasti tetap lupa meskipun catatan ditempel di seluruh penjuru rumah.
Sikap pasangan Anda tersebut menunjukkan perasaan diri ’lebih tinggi.’ Ia merasa bahwa pendapat pasangannya bukanlah sesuatu hal yang penting dan pesimis terhadap apa yang dilakukan oleh Anda. Sikap seperti itu dapat menimbulkan perasaan tidak dihargai dan tidak didengar dalam diri Anda yang kemudian bisa memunculkan horsemen ketiga, yaitu sikap defensif (defensiveness).
Sikap defensif biasanya muncul ketika pasangan merasa diserang oleh horsemen kedua pada poin sebelumnya, yaitu penghinaan. Bentuk dari sikap defensif adalah pembelaan diri terhadap tuduhan pasangan. Misalnya, ketika pasangan Anda mengucapkan bahwa Anda pasti tetap lupa meskipun catatan ditempel di seluruh penjuru rumah, Anda membalas dengan “enggak selalu begitu kok” dan menempatkan diri sebagai korban dengan mengatakan “kenapa kamu terus-menerus menuduh saya? Gimana dengan hal-hal baik yang saya lakukan? Saya selalu salah di matamu!”. Dengan balasan seperti ini, pasangan Anda yang merasa diri ‘lebih tinggi’ justru akan semakin menjadi-jadi sehingga membuat konflik semakin panas. Apabila tidak ada dari kedua belah pihak yang berhenti, maka hubungan akan semakin terasa negatif.
Horsemen ini muncul ketika ketiga horsemen sebelumnya telah terjadi berulang-ulang dan menjadi kebiasaan yang sulit dilepaskan oleh kedua pasangan. Horsemen ini muncul ketika salah satu pasangan telah menyerah. Sama seperti judulnya, yaitu ‘dinding batu’, salah satu pasangan mulai bersikap seperti dinding batu yang diam dan tidak peduli dengan apa yang dikatakan pasangannya. Misalnya ketika pasangan mengeluh tentang pekerjaan rumah, Anda memasang headset agar tidak mendengar omelannya.
Sejauh ini, apakah Anda melihat tanda-tanda tersebut dalam pernikahan Anda? Simak kelanjutan tanda-tandanya pada artikel 6 Tanda Hubungan Pernikahan Anda Sedang Bermasalah (Bagian Kedua)
Referensi:
Gottman, J. M., & Silver, N. (2015). The seven principles for making marriage work: A practical guide from the country's foremost relationship expert. Harmony.
Baca Juga :