09 Oktober 2023
Daftar Isi :
Pada dasarnya, terdapat banyak sekali teknik berlandaskan teori psikologis yang dapat diimplementasikan pada sesi konseling atau terapi; bergantung pada kasus yang dialami oleh tiap-tiap klien dan intensitas darinya.
Namun, Lonzack (2020) menyatakan bahwa terdapat 11 teknik yang paling umum digunakan oleh terapis maupun psikolog untuk membantu para kliennya mengatasi masalah-masalah distingtif yang dialami, di antaranya:
##!konseling-terapi-1!##
Konseling ini berlandaskan pandangan Freudian yang mengedepankan ikatan kuat antara terapis dengan klien mereka. Tujuan utama dari metode ini adalah agar para klien dapat lebih memahami permasalahan yang dialami oleh mereka melalui emosi kompleks yang dirasakan. Menurut Freud (dalam Lonzack, 2020), emosi kompleks yang dirasakan klien berhubungan erat dengan pengalaman sulit di masa lampau yang dapat termanifestasi secara tidak sadar (unconscious). Maka dari itu, umumnya metode ini juga menggunakan interpretasi mimpi, tes proyeksi, hipnosis, dan asosiasi bebas. Sejumlah penelitian (e.g. Bögels, Wijts, & Oort et al., 2014; Knekt, Lindfors, & Härkänen, 2008) menemukan bukti bahwa metode ini efektif dalam proses pemulihan kasus-kasus dengan latar belakang gangguan psikiatri.
##!konseling-terapi-2!##
Markowitz dan Weissman (2004) menyatakan bahwa konseling interpersonal merupakan suatu proses yang mengutamakan diagnosis yang diterima oleh klien. Dalam kata lain, konseling ini memandang gangguan yang dialami oleh klien sebagai suatu hal yang membutuhkan perhatian dan intervensi medis. Prosesnya berusaha mereduksi perasaan bersalah dan menekankan pada ikatan emosional dan relasi interpersonal dengan lingkungan sekitar klien.
Selain itu, konseling yang menggunakan metode ini juga berfokus pada dampak serta implikasi jangka panjang dari lingkungan klien terhadap kesehatan mental mereka. Maka dari itu, merupakan hal krusial bagi para konselor untuk berlaku perhatian, empatik, dan suportif ketika menanggapi permasalah yang dihadapi oleh klien (Lonzack, 2020). Berdasarkan percobaan klinis, terapi yang menggunakan metode ini telah terbukti efektif dalam proses pemulihan gangguan psikiatri, khususnya depresi (Markowitz & Weissman, 2004).
##!konseling-terapi-3!##
Konseling humanistik pertama kali dikembangkan oleh Carl Rogers (dalam Lonzack, 2020) yang berpendapat bahwa proses dari konseling seharusnya dapat membantu para klien mencapai potensi utuh mereka sebagai manusia. Dikarenakan sifatnya yang berfokus penuh pada klien yang terlibat di dalamnya, pendekatan dengan metode ini mendukung otonomi pribadi.
Giorgi (2005) serta Robbins (2008) menyatakan bahwa klien didukung untuk memiliki sifat penasaran, menggunakan intuisi mereka, kreativitas, empati, serta altruisme. Dengan kata lain, dalam konteks terapi ini, klien akan lebih banyak berbicara dibandingkan dengan konselor, dan tugas utama dari konselor hanyalah sebagai pembimbing dari klien yang bersikap menerima.
##!konseling-terapi-4!##
Seperti namanya, terapi ini bertujuan utama untuk menelaah eksistensi dari kehidupan manusia. Pada dasarnya, terapi eksistensial tidak bertujuan untuk mengobati seseorang atau meminimalisir simtom-simtom spesifik dari suatu gangguan, namun merupakan suatu upaya untuk mengeksplorasi dan mempertanyakan aspek-aspek dari kehidupan serta predikamen yang dialami oleh klien (Corbett & Milton, 2011 dalam Lonzack 2020).
Terapis eksistensial fokus pada sudut pandang sang klien dan apa yang mereka pandang sebagai makna dari kehidupan. Dari basis tersebut, konselor akan membantu kliennya untuk memahami kebutuhan dan potensi yang belum terpenuhi—dan tentunya, bagaimana cara membuat keputusan yang rasional. Rayner dan Vitali (2015) menemukan dalam penelitian mereka bahwa dalam jangka waktu yang singkat, terapi eksistensial mampu mengurangi simtom-simtom depresi dan kecemasan secara signifikan.
##!konseling-terapi-5!##
Dasar pemikiran dari metode konseling ini (Cognitive-Beahvioral Therapy, CBT) adalah bahwa gangguan emosi didasari oleh faktor-faktor kognitif, dan intervensi psikologis dapat mengubah pola-pola kognitif dari perilaku tersebut (Hofmann & Smits, 2008). Dapat dikatakan bahwa metode ini menitikberatkan pada pola-pola pikiran dan perilaku yang kemudian berpengaruh terhadap emosi yang dirasakan oleh seseorang. Menurut Lonzack (2020), terdapat empat prinsip dasar dari CBT, yakni:
Baca Juga : Gangguan Buatan atau Factitious Disorder, Gejala, Penyebab dan Panggulangannya
##!konseling-terapi-6!##
Mindfulness merupakan suatu proses yang ditandai dengan kesadaran yang bersifat tidak menghakimi terhadap suatu kejadian; baik dari segi sensasi, pikiran, keadaan fisik, kesadaran, dan lingkungan dengan mengedepankan keterbukaan, rasa ingin tahu, dan penerimaan diri (Hofmann, Sawyer, & Witt et al., 2010 dalam Lonzack, 2020).
Pendekatan ini dapat membantu klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi secara reflektif (Hoffman et al., 2010). Metode ini dapat diimplementasikan melalui sejumlah bentuk, mulai dari meditasi hingga yoga. Blanck, Perleth, dan Heidenreich (2018) menemukan bukti empiris mengenai manfaat dari mindfulness--yang mana terapi dengan metode ini dapat mengurangi tingkat kecemasan.
##!konseling-terapi-7!##
Terapi ini menggunakan Choice Theory sebagai landasannya, dimana hal ini berarti bahwa konselor akan fokus pada kemampuan klien untuk mengontrol perilaku mereka (Lonzack, 2020). Dengan kata lain, terapi ini membantu klien untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membangun hubungan bermakna.
Terapi ini dilakukan dengan tidak berfokus pada simtom-simtom klien, dan konselor pada umumnya berperilaku hangat, positif, dan tidak menghakimi. Menurut Peterson (2000) dan Wubbolding (2010), metode ini dapat membantu klien untuk mengambil keputusan yang sejalan dengan visi dalam hidup mereka.
##!konseling-terapi-8!##
Sesuai dengan namanya, metode ini memberikan perhatian khusus pada bagaimana manusia mengkonstruksikan makna terhadap dunia mereka (Lonzack, 2020). Sebagai contoh, faktor-faktor individual yang dimiliki oleh setiap manusia--seperti jenis kelamin, ras, kelas sosial, dan lain sebagainya dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menginterpretasikan dunia di sekitarnya (Sutherland & Strong, 2010).
Satu aspek dari pandangan konstruksionis yang krusial adalah penggunaan bahasa. Bahasa dipandang sebagai gerbang pintu yang memungkinkan manusia untuk menafsirkan makna dari hidup mereka maupun dunia di sekelilingnya (Sutherland & Strong, 2010). Maka dari itu, konseling dengan teknik ini akan melibatkan banyak diskusi dan partisipasi aktif dari sang klien mengenai persepsi dan konstruksi/penghayatan dari hal-hal problematik dalam hidupnya.
##!konseling-terapi-9!##
Terapi sistemik memiliki pola pemikiran dasar yang beranggapan bahwa sistem (contoh: keluarga, sekolah, tempat kerja, dsb.) di mana seseorang tumbuh memiliki andil yang besar terhadap kehidupan seseorang. Karena sifatnya yang melihat konteks individu dalam suatu kelompok/sistem, konselor pada umumnya akan turut melibatkan anggota keluarga dari klien maupun orang-orang terdekatnya (Lonzack, 2020). Hal ini dilakukan untuk mendukung terciptanya hubungan, interaksi, dan dinamika yang lebih sehat antara satu sama lain.
##!konseling-terapi-10!##
Terapi naratif pada dasarnya beranggapan bahwa setiap individu memiliki andil dalam membangun ceritanya sendiri. Dari membangun cerita tersebut, manusia dapat memberikan makna hidupnya dan hal ini mempengaruhi bagaimana seseorang merespon dan mempersepsikan dunia di sekitarnya. Karena narasi-narasi yang dibangun mempengaruhi persepsi manusia akan dunia di sekitarnya, hal tersebut juga dapat memberikan efek terhadap pemaknaan akan pengalaman mereka.
Sebagai contoh, seperti apakah pengalaman tersebut dinilai memuaskan atau tidak, dan apakah sekiranya dinilai bermakna atau tidak. Sebagai konselor, hal yang umumnya dilakukan adalah dengan berkolaborasi dengan klien untuk membangun cerita/narasi alternatif dengan bersifat tidak menghakimi (Morgan, 2000). Dengan ini, klien dapat mendapatkan “kontrol” kembali atas cerita hidup mereka yang dipandang sesuai dengan tujuan hidup maupun nilai-nilai yang dijunjung.
##!konseling-terapi-11!##
Terapi dengan metode ini menggunakan media kreatif yang bertujuan untuk memperbaiki mood serta meningkatkan kesejahteraan psikologis klien (Lonzack, 2020). Contoh dari terapi yang menggunakan metode ini salah satunya adalah terapi musik yang melibatkan musik sebagai medium untuk mendukung perubahan klinis pada klien (Bulfone, Quattrin, & Zanotti et al., 2009).
Terapi musik dapat digunakan bersamaan dengan terapi dengan metode lainnya, seperti CBT atau terapi berbasis mindfulness. Tidak hanya mendengarkan musik saja, namun memainkan instrumen juga ditemukan dapat mereduksi simtom-simtom psikologis seperti tin.gkat kecemasan (e.g. Castle & Newton, 2015).
Selain terapi musik, terapi seni juga merupakan salah satu bentuk dari terapi kreatif. Menurut Curl (2008) mengekspresikan diri melalui seni dapat mendorong proses katarsis dari perasaan positif, dan membantu konselor untuk menggunakan teknik terapi lainnya bersama dengannya (Chambala, 2008). Terdapat beberapa penelitian (Chandraiah, Ainlay, & Avent, 2012; Sandmire, Gorham, & Rankin et al., 2012) yang mengindikasikan bahwa terapi seni dapat mengurangi tingkat kecemasan dan simtom-simtom negatif lainnya pada populasi sampel yang berbeda-beda.
Referensi :
Dasar-dasar Intervensi; Dra. Sugiarti, M.Kes, Psikolog
Baca Juga :