09 Oktober 2023
Daftar isi :
##!psikologi-positif-1!##
Psikologi positif merupakan salah satu aliran di dalam ilmu psikologi yang berfokus pada keadaan psikologi seseorang yang positif seperti kepuasan atau kegembiraan, traits atau kekuatan karakter individu, seperti altruisme, dan institusi sosial yang meningkatkan subjective well-being serta membuat hidup individu merasa paling berharga untuk dijalani.
Terdapat perbedaan antara aliran psikologi secara umum dan psikologi positif. Aliran psikologi secara umum berfokus pada pada perilaku negatif dan berbagai macam gangguan serta cara menyembuhkannya. Sedangkan, psikologi positif berfokus pada pengalaman dan karakter positif yang ada pada individu.
Lebih spesifiknya, psikologi positif memberikan perspektif yang berbeda dari ilmu psikologi secara umum, seperti:
##!psikologi-positif-2!##
Asumsi yang mendasari munculnya aliran psikologi positif adalah asumsi human nature dan asal munculnya tindakan. Asumsi pertama adalah adanya human nature pada tiap individu. Setiap individu memiliki dua karakter (trait), yaitu karakter positif dan karakter negatif yang mendukung kehidupannya.
Asumsi yang kedua menyatakan bahwa tindakan manusia berasal dari karakter yang ia miliki. Karakter tersebut bersifat fundamental dan terdapat dua macam, yaitu karakter positif dan negatif. Aliran psikologi umum lebih sering memberi penekanan pada karakter yang negatif, dan jarang membahas karakter (trait) positif pada individu.
##!psikologi-positif-3!##
Bidang yang dibahas pada psikologi positif ada pada tiga tingkatan, yaitu:
##!psikologi-positif-4!##
Psikologi positif berakar dari pemikiran filsuf-filsuf Yunani yang kebanyakan berpendapat bahwa manusia itu pada dasarnya positif dan bersifat sosial. Pemikiran tersebut kemudian didukung Aristoteles melalui konsep-konsep human nature yang memiliki rasio dan emosi positif. Akan tetapi, Thomas Hobbes, seorang filsuf Inggris pada tahun 1588-1679, memberi sanggahan pada konsep tersebut.
Ia menyatakan bahwa manusia pada dasarnya buruk dan tidak banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengubah hal tersebut. Seiring berjalannya waktu, pendapat Thomas Hobbes disanggah kembali oleh Rousseau (1712–1778), Spencer (1871–1939) dan McDougall (1820–1903). Diskursus mengenai human nature masih berlangsung sampai saat ini. Bahkan, pandangan bahwa manusia bersifat hedonis dan egois masih menjadi dasar banyak teori psikologi.
Salah satu contohnya adalah teori motivasi manusia yang menyatakan bahwa manusia memiliki motivasi bawaan yang utama, yaitu self-interest, sedangkan motivasi sosial dan moral merupakan sesuatu yang dibentuk oleh lingkungan.
Martin P. Seligman pada tahun 1998 di pertemuan APA di San Francisco, yang terpilih menjadi Presiden APA pada tahun tersebut menetapkan bahwa tema psikologi di bawah kepemimpinannya adalah ‘Psikologi Positif’.
Menurutnya, psikologi pada masa tersebut terlalu berfokus pada sisi negatif manusia. Sedangkan, sebagai cabang ilmu, psikologi juga sepatutnya berfokus sisi positif dan kekuatan manusia sebagai upaya pencegahan. Pada pertemua tersebut, pembahasan ilmu psikologi juga lebih fokus pada pencegahan, seperti upaya pencegahan
depresi, penyalahgunaan zat, atau skizofrenia pada orang muda yang rentan dari sisi genetik dan bagaimana mencegah kekerasan pada anak-anak di sekolah.
Penelitian tentang pencegahan pada akhirnya menemukan bahwa manusia memiliki kekuatan, seperti keimanan, harapan, dan optimisme, memiliki fungsi sebagai penyangga diri dari pengaruh negatif.
Baca Juga : Komunikasi Non Verbal, Jenis dan Pentingnya bagi Kesuksesan dalam Hubungan Interpersonal
##!psikologi-positif-5!##
Kehidupan yang baik dikelompokkan menjadi dua pendekatan menurut psikologi positif, yaitu :
##!psikologi-positif-51!##
1) Pendekatan Hedonis
Pendekatan hedonis berpusat pada kebahagiaan dan mencapai kesenangan. Menurut pendekatan ini, individu akan memiliki kehidupan yang baik ketika dapat menjalani hidupnya dalam penuh kesenangan. Contohnya, Ani akan merasa menjalani hidup dengan baik saat ia memiliki harta melimpah dan dapat bersenang-senang dengan teman-temannya, seperti berbelanja dan berlibur bersama.
##!psikologi-positif-52!##
2) Pendekatan Eudaimonik
Pendekatan eudaimonik berpusat pada makna dan tujuan hidup. Menurut pendekatan ini, individu dianggap menjalani
kehidupan yang baik saat ia memiliki tujuan hidup yang berarti dan sadar akan potensi dirinya, sehingga ia mampu berfungsi secara penuh dalam kehidupannya. Contohnya, Ani akan merasa bahwa hidupnya berjalan dengan baik ketika ia menjadi seorang sukarelawan karena ia berjiwa sosial yang tinggi dan menyadari bahwa ia memiliki potensi berupa tenaga dan waktu untuk membantu orang lain.
##!psikologi-positif-6!##
Seligman (2004) menyatakan bahwa terdapat 4 jenis kehidupan yang baik dalam pendekatan Eudaimonik, yaitu :
##!psikologi-positif-61!##
1) A Pleasant Life
A pleasant life artinya adalah bentuk kehidupan yang baik yang paling sederhana, yaitu kehidupan yang berhasil merasakan emosi positif tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Misalnya, saat seseorang mampu bersyukur dan menerima masa lalunya.
##!psikologi-positif-62!##
2) A Good Life
A good life adalan bentuk kehidupan yang setingkat lebih kompleks dari a pleasant life. Ciri dari kehidupan ini adalah penggunaan signature strength yang dimiliki seseorang untuk mencapai kepuasan diri, seperti seseorang yang signature strength-nya adalah kontrol diri akan mengontrol dirinya untuk mencapai kesuksesan di bidang akademik.
##!psikologi-positif-63!##
3) A Meaningful Life
A meaningful life bersifat setingkat lebih tinggi daripada a good life. Orang dengan a meaningful life akan menggunakan signature strength-nya untuk mencapai sesuatu yang lebih besar dari kepuasan diri, misalnya membuat komunitas untuk membantu orang lain, dibandingkan dengan orang dengan a good life yang hanya menggunakannya untuk kepuasan diri.
##!psikologi-positif-64!##
4) A Full Life
A full life adalah bentuk yang paling tinggi dari kehidupan yang baik. Seligman menyatakan bahwa orang yang memiliki a full life akan memiliki ketiga ciri kehidupan di tingkatan sebelumnya, yang sudah dideskripsikan di atas. Misalnya, ketika seseorang sudah mampu menerima masa lalunya, menggunakan kejujuran sebagai signature strength-nya untuk mencapai puncak karir, dan menginspirasi orang lain dengan kejujurannya tersebut.
Berdasarkan dasar filsafat Aristoteles, keempat jenis kehidupan di atas tidak bersifat tetap, melainkan selalu berproses secara konstan menuju realisasi dari potensi yang dimiliki.
Referensi
Buku Ajar Psikologi Positif; Dra. Sugiarti, M.Kes, Psikolog; UI Publishing; 2023
Baca Juga :