01 November 2023
Daftar Isi :
##!rasa-syukur-gratitude-1!##
Secara etimologi, kata Gratitude atau rasa syukur berasal dari bahasa Latin yaitu gratia, yang berarti rahmat, keanggunan, atau rasa terima kasih. Akar rasa syukur berasal dari tradisi agama-agama di dunia. Konsep syukur meresap ke dalam teks, doa, dan ajaran agama-agama tersebut.
Sebagai keadaan (state) psikologis, gratitude atau rasa syukur adalah perasaan kagum, berterima kasih, dan penghargaan atas hidup yang dimiliki. Hal tersebut dapat diekspresikan kepada orang lain, dan juga kepada sumber impersonal seperti alam atau sumber yang bukan berwujud manusia (contohnya seperti Tuhan atau hewan).
##!rasa-syukur-gratitude-2!##
Kemunculan konsep gratitude atau rasa syukur berawal dari buku-buku dan tulisan populer pada abad ke-20 yang banyak membahas tentang rasa syukur. Terdapat satu pesan penting yang sama dari buku buku ini, yaitu bahwa kehidupan yang berorientasi pada rasa syukur adalah obat yang paling ampuh untuk mengatasi berbagai macam penyakit hidup, menghasilkan ketenangan pikiran, kebahagiaan, kesehatan fisik, dan hubungan antar individu yang lebih baik.
Namun, disisi lain emosi dalam buku-buku populer tentang kekuatan gaya hidup bersyukur yang bersifat spekulatif atau secara empiris tidak dapat dibuktikan. Kemunculan aliran psikologi positif pada abad 21 menjadi jembatan untuk perkembangan studi empiris dari rasa syukur sebagai pengalaman subjektif yang bernilai bagi individu, sumber kekuatan manusia, dan menjadi elemen penting yang mendorong peradaban yang dibutuhkan untuk perkembangan keluarga dan komunitas.
##!rasa-syukur-gratitude-3!##
Salah satu tokoh yang terkenal di dalam perkembangan studi rasa syukur adalah Michael McCullough, yaitu seorang psikolog dan professor di University of Miami. Beliau menjadi inisiator dalam penelitian-penelitian mengenai forgiveness, rasa syukur, perilaku prososial, dan moralitas secara eksperimental.
Tokoh lain yang terkenal sebagai experts di dalam penelitian yang berfokus pada rasa syukur adalah Robert Emmons, yaitu seorang profesor psikologi di University of California, Davis. Beliau telah banyak menerbitkan buku mengenai rasa syukur, beberapa di antaranya seperti Thanks! How Practicing Gratitude Can Make You Happier, The Psychology of Gratitude, dan The Little Book of Gratitude.
Baca Juga : Tips Mengatasi Stress Akibat Kerja
##!rasa-syukur-gratitude-4!##
Dalam perkembangannya, penelitian tentang konsep rasa syukur banyak dikembangkan untuk melihat pengaruhnya terhadap kesehatan fisik dan well-being (kesehatan/kesejahteraan mental) seseorang.
##!rasa-syukur-gratitude-5!##
Di dalam bukunya, Snyder (2002) mengelompokkan rasa syukur ke dalam beberapa konteks, yaitu:
##!rasa-syukur-gratitude-51!##
1) Respon Emosional
Rasa syukur sebagai respon emosional terhadap kehidupan. Rasa syukur dipersepsikan sebagai salah satu keadaan emosional yang kuat yang dimiliki oleh manusia. Individu yang memiliki rasa syukur yang tinggi akan merasa dirinya dicintai dan dihargai. Hal ini nantinya akan menjadi faktor penting yang menghasilkan emosi positif pada individu, seperti kebahagiaan, kebanggaan, harapan, dan kepuasaan
hidup.
##!rasa-syukur-gratitude-52!##
2) Karakter Individu (Virtue)
Rasa syukur sebagai karakter pada individu (virtue). Banyak filsuf yang menggambarkan rasa syukur sebagai virtue, yaitu karakter yang dibutuhkan manusia untuk berkembang atau hidup dengan baik. Sebagai suatu virtue, rasa syukur diekspresikan sebagai rasa terima kasih yang bertahan lama dan dipertahankan di berbagai situasi dari waktu ke waktu. Dalam pandangan ini, elemen inti dari rasa syukur adalah bentuk respons terhadap kebaikan yang dirasakan dan disadari oleh individu. Karena itu orang yang bersyukur akan lebih mudah untuk menerima dan merasakan kebaikan yang diterima dari orang lain, sekecil apapun kebaikan itu.
##!rasa-syukur-gratitude-53!##
3) Rasa Syukur dalam Hubungan Interpersonal
Rasa syukur juga memiliki implikasi penting baik untuk fungsi sosial dan kesejahteraan komunitas. Dengan banyaknya pengalaman yang melibatkan rasa syukur didalamnya, individu menjadi termotivasi untuk melakukan perilaku prososial terhadap orang lain, memiliki keinginan untuk mempertahankan perilaku baik, dan menghindari untuk melakukan perilaku yang dapat merusak hubungannya dengan individu lainnya.
##!rasa-syukur-gratitude-6!##
Meskipun penelitian terkait rasa syukur (gratitude) semakin banyak dan praktiknya telah dilakukan sebagai salah satu intervensi untuk menangani masalah kesehatan mental, namun terdapat beberapa hal yang masih dipertanyakan, yaitu:
##!rasa-syukur-gratitude-7!##
Berdasarkan referensi 2); Rasa syukur sangat terkait dengan kesejahteraan secara mental (Jans-Beken et al., 2020; Wood et al., 2010). Dampak positif dari menjalani dan mengungkapkan rasa syukur seolah tidak ada habisnya.
Rasa syukur terbukti bermanfaat terkait dengan kesejahteraan sosial, kesejahteraan emosional, dan kesejahteraan psikologis (Jans-Beken et al., 2020). Tidak mengherankan jika sifat bersyukur merupakan “prediktor penting kesejahteraan dan hasil hidup lain yang diinginkan” (Portocarrero dkk., 2020, hal. 6).
Rasa syukur tampaknya mempunyai efek domino. Jika seseorang mengalami rasa syukur, mereka cenderung mengenali bantuan tersebut dan kemudian membalas bantuan tersebut (Wood et al., 2010). Efek dominanya; orang yang diberi ucapan terima kasih mungkin lebih cenderung memberikan bantuan kepada orang lainnya di masa depan.
Referensi :
Baca Juga :