Asthma adalah suatu kondisi yang mana saluran udara tubuh menyempit dan membengkak serta dapat menghasilkan lendir berlebih. Hal ini dapat membuat sulit bernapas dan memicu batuk, suara siulan (mengi) saat mengeluarkan napas dan sesak napas (Mayo Clinic, 2020). Tidak jelas mengapa beberapa orang terkena asthma dan yang lainnya tidak, tetapi mungkin karena kombinasi faktor lingkungan dan faktor keturunan (genetik) (Mayo Clinic, 2020).Menurut Mayo Clinic (2020), Sejumlah faktor diperkirakan meningkatkan peluang seseorang terkena asthma, seperti memiliki kerabat sedarah dengan asma, seperti orang tua atau saudara kandung; memiliki kondisi alergi lain; kelebihan berat badan; perokok aktif maupun pasif; terpapar asap knalpot dan jenis polusi lainnya; terpapar bahan kimia.
Faktor Psikologis Asma
Banyak riset-riset yang membahas masalah asma. Berdasarkan riset Baiardini et al., (2015) menemukan bukti bahwa hubungan antara asma, dalam hal keparahan dan control, dengan beberapa aspek psikologis seperti persepsi subjektif, alexithymia, dan gaya koping, serta kesehatan mental, baik soal kecemasan, maupun depresi. Menurut Jassens et al., (2009) persepsi gejala subjektif yang buruk dapat mengakibatkan penggunaan obat pereda yang signifikan secara berlebihan, terlepas dari fungsi paru-paru, sedangkan persepsi yang kurang menunjukkan potensi risiko pengobatan yang tertunda. Dalam temuan Jassens et.al (2009), persepsi merupakan faktor kunci yang relevan dalam pengelolaan kondisi kronis asthma. Keakuratan persepsi gejala tergantung pada berbagai variabel kognitif dan afektif, seperti keadaan emosi, pengalaman hidup sebelumnya, atribusi, informasi kontekstual, proses perhatian dan pembelajaran, ekspektasi dan pengalaman asthma sebelumnya, ciri-ciri kepribadian, dan gangguan psikopatologis. Semua faktor ini dapat memengaruhi persepsi gejala dispnea dan asthma, seringkali tidak tergantung pada obstruksi aliran udara. Banyak pasien asthma belajar mengasosiasikan situasi negatif dan tekanan emosional dengan kesulitan bernapas. Sebagai dampak dari penghayatannya terhadap situasi negatif, penderita asthma berisiko merasakan dispnea secara berlebihan (Lurie et al., 2007).
Menyinggung istilah alexithymia, dalam arti (1) penderita asthma mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi perasaan dan membedakan antara perasaan dan sensasi tubuh; (2) kesulitan dalam menggambarkan perasaan; (3) penghayatan proses imajinatif yang terbatas; dan (4) gaya kognitif berorientasi eksternal yang terikat stimulus (Taylor et al., 1997). Orang dengan alexithymia memiliki gangguan kemampuan untuk membangun representasi mental dari emosi mereka. Sebagai dampaknya, mereka bisa jadi salah menafsirkan gejala fisik yang terkait dengan gairah emosional (yaitu, takikardia) atau tremor, dispnea) sebagai gejala penyakit somatik. Pasien asthma berisiko meningkat kerentanan terhadap perkembangan penyakit. Alexithymia dianggap sebagai faktor risiko untuk berbagai kondisi medis. Alexithymia mengubah pengenalan sensasi dan gejala, penilaian, pikiran, dan emosi terkait dengan alergi pernafasan. Pada pasien asthma, kehadiran alexithymia menyebabkan konsekuensi negatif yang lebih serius dan emosi, memengaruhi fisik, psikologis, dan aspek sosial kehidupan (Chugg et al., 2009). Literatur tentang hubungan antara alexithymia dan asthma membantu mengidentifikasi beberapa alasan untuk manajemen penyakit yang tidak optimal.
Pasien asma dengan keterampilan pemecahan masalah yang efektif (ditandai dengan mempertahankan penglihatan positif penyakit tanpa meminimalkan potensi bahayanya dan dengan menggunakan strategi kognitif aktif dan perilaku yang fleksibel dan beragam) akan mengalami lebih sedikit morbiditas psikologis, perasaan kontrol pribadi yang lebih besar terhadap asthma, dan manajemen jangka panjang yang lebih baik dari penyakit (Barton et al., 2003) Sebaliknya, penggunaan strategi penghindaran dikaitkan dengan tingkat pengendalian asma yang lebih rendah, dengan hasil klinis yang memburuk, dan dengan jumlah rawat inap yang lebih besar, tidak terjadwal. kunjungan perawatan kesehatan, dan episode asthma yang hampir fatal (Aalto et al., 2002) Pasien asthma dengan strategi pemecahan masalah yang tidak efektif cenderung memiliki asthma yang sulit untuk diobati. Wawancara mengenai perilaku yang harus diadopsi selama serangan asthma menunjukkan bahwa pasien yang dengan kepribadian rapuh cenderung tertunda hingga tujuh (7) hari sebelum mencari pertolongan medis (Miles et al., 1997) karena lebih terpaku kepada perasaan-perasaannya sendiri.
Depresi dan Kecemasan pada pasien asthma
Risiko depresi akan jauh lebih buruk pada pasien asthma berat dibandingkan dengan pasien asthma yang tidak terlalu parah. Tingkat pengendalian asthma yang lebih rendah akan menjelaskan derajat gejala depresi yang lebih besar pada pasien asthma berat. Orang dengan asthma berat menunjukkan lebih banyak gejala depresi dibandingkan dengan asthma ringan, Pasien dengan asma berat yang mendukung pengendalian asthma yang buruk berada pada risiko yang lebih tinggi. Morbiditas psikologis tampaknya dikaitkan dengan peningkatan keparahan asthma. Skrining rutin untuk depresi di antara pasien dengan asthma berat dapat menghasilkan peluang untuk menyesuaikan upaya manajemen asthma yang berpeluang meningkatkan manajemen dan pengendalian penyakit. (Goodwin et al., 2013).
Anak-anak dan remaja dengan gejala asthma lebih mungkin menderita berbagai masalah kesehatan mental, dibandingkan dengan anak-anak yang sehat. Kemungkinan timbulnya masalah kesehatan mental tampaknya terkait erat dengan tingkat keparahan asma. Remaja dengan asma yang tidak terkontrol dan/atau lebih parah dan terus-menerus dapat dianggap sebagai kelompok yang memiliki kerentanan tinggi untuk masalah kesehatan mental. Penatalaksanaan asma pediatrik harus mencakup alat skrining dan intervensi konseling untuk mendeteksi, mencegah dan mengurangi risiko masalah kesehatan mental (Goodwin et al., 2013). Akan tetapi, riset oleh Wamboldt et al. (1998) justru menunjukkan bahwa keparahan asthma mungkin menjadi penyebab stres yang lebih menonjol bagi orang tua, yang pada gilirannya orang tua bakal melaporkan tingkat keparahan gejala anak yang lebih tinggi untuk anak-anak dengan asthma berat. daripada keluhan yang dilaporkan oleh anak-anak itu sendiri. Uniknya, ditemukan dalam risetnya Wamboldt et. Al (1998) bahwa anak-anak dengan asthma berat tidak menilai diri mereka sendiri memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada mereka yang menderita asma ringan atau sedang atau dari norma standar. Pemeriksaan gejala mental dan aspek psikologis yang terkait dengan asthma sangat penting dalam menyusun rencana intervensi yang tepat untuk mengendalikan asma dengan lebih baik dan untuk meningkatkan kesejahteraan pasien. (Baiardini, 2015).
Ditulis oleh: Dr. Dra. Sugiarti, M.Kes., Psikolog
Referensi:
Aalto, A. M., Härkäpää, K., Aro, A. R., & Rissanen, P. (2002). Ways of coping with asthma in everyday life: validation of the Asthma Specific Coping Scale. Journal of psychosomatic research, 53(6), 1061-1069.
Baiardini, I., Sicuro, F., Balbi, F., Canonica, G. W., & Braido, F. (2015). Psychological aspects in asthma: do psychological factors affect asthma management?. Asthma research and practice, 1(1), 1-6.
Barton, C., Clarke, D., Sulaiman, N., & Abramson, M. (2003). Coping as a mediator of psychosocial impediments to optimal management and control of asthma. Respiratory medicine, 97(7), 747-761.
Chugg, K., Barton, C., Antic, R., & Crockett, A. (2009). The impact of alexithymia on asthma patient management and communication with health care providers: a pilot study. Journal of Asthma, 46(2), 126-129.
Janssens, T., Verleden, G., De Peuter, S., Van Diest, I., & Van den Bergh, O. (2009). Inaccurate perception of asthma symptoms: a cognitive–affective framework and implications for asthma treatment. Clinical psychology review, 29(4), 317-327.
Lurie, A., Marsala, C., Hartley, S., Bouchon-Meunier, B., & Dusser, D. (2007). Patients’ perception of asthma severity. Respiratory medicine, 101(10), 2145-2152.
Goodwin, R. D., Robinson, M., Sly, P. D., McKeague, I. W., Susser, E. S., Zubrick, S. R., ... & Mattes, E. (2013). Severity and persistence of asthma and mental health: a birth cohort study. Psychological medicine, 43(6).
Mayo Clinic. (2020). Asthma - Symptoms and causes. Retrieved 27 January 2021, from https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/asthma/symptoms-causes/syc-20369653
MILES, J., GARDEN, G., Tunnicliffe, W. S., Cayton, R. M., & Ayres, J. G. (1997). Psychological morbidity and coping skills in patients with brittle and non‐brittle asthma: a case‐control study. Clinical & Experimental Allergy, 27(10), 1151-1159.
Taylor, G. J., Bagby, R. M., & Parker, J. D. (1999). Disorders of affect regulation: Alexithymia in medical and psychiatric illness. Cambridge University Press.
Wamboldt, M. Z., Fritz, G., Mansell, A., McQuaid, E. L., & Klein, R. B. (1998). Relationship of asthma severity and psychological problems in children. Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry, 37(9), 943-950.
