Bangkit dari Hubungan yang Toxic

Manusia adalah makhluk sosial. Tentunya, kita tidak dapat hidup sendirian. Berdasarkan teori kebutuhan Maslow, kebutuhan di tingkat ketiga adalah rasa cinta dan saling memiliki. Hal ini bisa didapatkan dari hubungan yang baik bersama orang-orang di sekitar kita. Hubungan ini bisa berupa hubungan pertemanan atau hubungan romantis. Fase perkembangan psikososial Erikson juga menegaskan bahwa usia dewasa muda adalah fase dimana individu mencari hubungan yang bermakna dengan individu lain. 

Tentunya, kita menginginkan hubungan yang sehat, positif, dan bahagia. Dalam konteks hubungan romantis, hubungan ini tercipta ketika kedua individu, yaitu pasangan, saling menguntungkan, saling memberikan kasih sayang dan dukungan, serta ada rasa simpati dan empati antar keduanya. Menurut Zahiduzzaman (2015), ada lima kriteria pasangan yang bahagia (happy couples), yaitu 

  1. Quality time. Artinya, pasangan tersebut saling menyisihkan waktu untuk menghabiskan waktu bersama dan benar-benar hadir seutuhnya dalam waktu tersebut.
  2. Positif. Maknanya, pasangan tersebut bersikap positif terhadap diri sendiri dan pasangannya.
  3. Kompromi, Pasangan tersebut dapat saling memaklumi kekurangan dan keterbatasan yang mereka miliki, sambil tetap berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh pasangannya.
  4. Complementing, maknanya kedua individu dalam hubungan tersebut saling melengkapi satu sama lain.
  5. Menerima pasangan apa adanya. Artinya, kedua individu menerima karakteristik dari individu yang menjadi pasangannya, tanpa meminta mereka untuk merubah diri, menjadi seseorang yang bukan diri mereka yang autentik. 

Realitanya, tidak semua pasangan merasakan hubungan yang sehat. Hubungan yang tidak sehat, atau kerap disebut toxic relationship, adalah hubungan yang tidak saling mendukung, terdapat konflik dimana salah satu di antaranyan berusaha merusak yang lain, terdapat kompetisi, dan tidak ada rasa hormat (Glass, 2015). Beberapa tanda-tanda hubungan yang toksik adalah,

  1. Kekerasan verbal atau fisik
  2. Kurang rasa percaya pada pasangan
  3. Tidak mau mengakui kesalahan antarindividu dalam hubungan
  4. Sulit maaf dan memaafkan pasangan
  5. Kesulitan dan menolak menyelesaikan masalah yang terjadi pada hubungan
  6. Pasangan menolak mendengarkan masalah kita
  7. Emosi dan agresif
  8. Manipulatif
  9. Kebohongan yang sering terjadi pada hubungan 

Beberapa dari kita yang tidak memiliki pengalaman terjebak di hubungan yang toksik mungkin bingung, mengapa seseorang bisa bertahan dalam hubungan yang tidak penuh cinta dan membawa kesengsaraan. Ada beberapa faktor yang membuat seseorang kesulitan untuk lepas dari hubungan yang toksik. Faktor utamanya adalah ketakutan, baik takut kesepian, sendirian, diabaikan, ditinggalkan, sampai ditolak. Ketakutan atau ketidakberdayaan ini bisa muncul karena beberapa faktor. Faktor pertama, adalah faktor intrinsik, yaitu kepribadian, seperti rendah diri, takut akan kesendirian, codependent, serta sulit membuat batasan. Kedua, pengalaman buruk di masa kecil (adverse childhood experience). Anak yang tumbuh dalam keluarga disfungsional terbiasa mendapatkan rasa cinta yang inkonsisten atau kondisional (bersyarat). Oleh karena itu, tanpa sadar, ketika dewasa ia mencari situasi yang familiar. Pengalaman buruk di masa dewasa juga berpengaruh. Individu yang terbiasa dengan kekacauan (chaos) tanpa sadar akan selalu mencari kekacauan emosional tersebut, yang bisa didapatkan dalam hubungan yang toksik.  Padahal, hubungan yang tidak sehat memiliki berbagai dampak buruk bagi kita. Stress berkepanjangan yang didapatkan dari hubungan ini bisa memunculkan dampak psikologis, seperti stress, depresi, bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Ada beberapa hal yang dapat anda tanyakan ke diri sendiri, untuk mengecek apakah hubungan yang anda jalani saat ini toksik atau sehat.

  • Apakah ada rasa takut untuk mengungkapkan perasaan yang tulus kepada pasangan?
  • Jika mengungkapkan perasaan dengan jujur, apakah ada perasaan bersalah?
  • Apakah kesehariannya disibukkan dengan mencoba melakukan segala hal untuk pasangan?
  • Apakah ada keraguan untuk meminta bantuan dari pasangan Anda?
  • Bagaimana reaksi pasangan, saat Anda meminta bantuan?
  • Apakah ada rasa sakit hati/marah ketika pasangan tidak memperhatikan Anda?
  • Apakah sulit membuat pertemanan baru diluar hubungan?
  • Apakah ada hobi dan aktivitas yang dilakukan terpisah dari pasangan Anda?
  • Apakah Anda mencoba mengendalikan berbagai hal untuk membuat diri Anda merasa lebih baik?
  • Apakah Anda merasa pasangan Anda sebagai orang yang membutuhkan, jauh secara emosional, atau tidak dapat diandalkan?
  • Apakah Anda memiliki sifat perfeksionis dan mencoba melakukan segalanya dengan benar?
  • Apakah Anda mempercayai pasangan Anda?
  • Bagaimana kesehatan Anda terkait dengan stres? 

Tentunya, anda bisa menilai sendiri apakah hubungan yang anda jalani sekarang sehat atau toksik. Jika saat ini anda terjebak di hubungan yang toksik, ada beberapa cara yang dapat anda lakukan untuk keluar.

  1. Bangun batasan. Memberi batasan bukan berarti menelantarkan pasangan, melainkan menghargai perbedaan pandangan antara pasangan
  2. Mundur dan Lepaskan. Mundur dan melepaskan perlu dilakukan agar anda dapat melihat sesuatu dengan lebih besar. Sadari bahwa anda dan pasangan, atau mantan pasangan anda adalah dua individu yang berbeda
  3. Menerima. Terima bahwa hubungan yang anda jalani ini tidak sehat. Melepaskan memang sakit, namun mempertahankan hubungan yang toksik akan memberi rasa sakit yang lebih besar bagi anda.
  4. Hargai diri sendiri. Anda adalah individu yang berharga. Jangan biarkan orang lain membuat anda merasa tidak berharga
  5. Cari support system. Dampak emosional akibat terjebak di hubungan yang tak sehat tidak akan hilang dalam sehari. Dukungan dari orang lain akan membantu anda memproses dan menerima emosi tersebut.
  6. Apresiasi diri. Puji dan beri penghargaan untuk diri anda karena sudah berusaha menyelamatkan diri sendiri dengan lepas dari hubungan yang tak sehat. 

Akhir kata, lepas dari hubungan yang tak sehat bukan hal yang gampang. Anda akan mengalami perubahan yang drastis keika lepas dari zona “nyaman”. Namun, bertahan dalam hubungan yang tak sehat akan memberikan luka yang lebih dalam. Bagi anda yang sedang berusaha lepas dari toxic relationship, kuatkan diri anda untuk melepas dan mengikhlaskan. Sebab, sebelum mencintai orang lain, kita harus belajar untuk mencintai diri sendiri. 

Ditulis oleh: Dr. Dra. Sugiarti, M.Kes., Psikolog

Referensi:

Glass, L. (2015). Toxic people: toxic people: 10 ways of dealing with people who make your life miserable. Your Total Image Publishing: Brooklyn, NY.

Zahiduzzaman, A. (2015). Toxic relationship a psychological point of view books. Bloomington, Amerika Serikat: AuthorHouse.

Artikel Menarik Lainnya

Seorang anak dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan mentalnya, maka akan menghadapi dan menempuh...

Menurut beberapa studi, menjadi pribadi yang optimis dapat membantu seseorang untuk bisa meraih...

Self Awareness (Kesadaran diri) adalah kemampuan untuk memikirkan gaya hidup secara objektif dan...

Self-worth atau harga diri penting untuk dimiliki setiap individu, sehingga perlu dikembangkan...

 

INSAN-Q
Ruko Bonakarta Blok A No. 30
Masigit, Jombang,
Kota Cilegon,
Banten 42415

 

|   |   |   | |

 

INSAN-Q Home
Komp. BBS 3 Blok A4 No. 14
RT17/RW09, Ciwaduk,
Kota Cilegon,
Banten 42415