
Gaya kepemimpinan merupakan proses atau strategi yang diterapkan oleh seorang pemimpin untuk dapat memengaruhi para karyawan atau bawahannya untuk membantu tercapainya sasaran dalam suatu organisasi.
Daftar Isi :
1. Pengertian.
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter (Otokratis)
3. Kepemimpinan Partisipatif (Demokrat)
4. Kepemimpinan Delegatif (Laissez-Faire)
5. Kepemimpinan Transformasional
6. Kepemimpinan Transaksional
7. Kepemimpinan Situasional
1. Pengertian
Gaya kepemimpinan adalah berbagai startegi yang digunakan oleh pemimpin untuk memengaruhi para karyawan dan bawahannya agar sasaran organisasi tercapai atau bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola strategi atau pola perilaku yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
Gaya kepemimpinan yang tepat mampu mencerminkan besarnya tanggung jawab atasan kepada karyawannya dan kepada organisasi yang dipimpinnya; pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang mampu menyelesaikan berbagai masalah yang kompleks disertai dengan kreatifitas yang ada. Beberapa indikator yang dapat dilihat dari kesuksesan seorang pimpinan dalam menerapkan gaya kepemimpinan dan perilakunya dalam memimpin, antara lain
- Kemampuan mengambil keputusan
- Kemampuan memotivasi
- Kemampuan komunikasi
- Kemampuan mengendalikan bawahan
- Tanggung jawab
- Kemampuan mengendalikan emosional
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter (Otokratis)
Gaya Kepemimpinan Otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi. Kepemimpinan otoriter ialah kepemimpinan yang memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan ditetapkan oleh pemimpin sendiri tanpa adanya diskusi maupun pertukaran pendapat dengan bawahan.
Gaya Kepemimpinan Otoriter ini sangat terfokus pada perlakukan instruksi atau perintah oleh pemimpin dan diikiuti dengan kontrol terhadap karyawan atau bawahannya. Pemimpin Otoriter cenderung membuat keputusan secara independen, dengan hanya melibatkan sedikit saja atau bahkan tanpa masukan dari karyawan atau bawahannya. Sehingga gaya kepemimpinan ini dianggap kurang kreatif dalam hal pengambilan keputusan.
Berdasarkan penelitian bahwa lebih sulit untuk beralih dari gaya otoriter ke gaya demokrasi daripada sebaliknya. Penggunaan gaya kepemimpinan Otoriter dapat disalah artikan dan dipandang sebagai pengontrol, suka memerintah, dan diktator. Gaya kepemimpinan otoriter sangat sesuai diterapkan jika organisasi menghadapai keadaan darurat sehingga kinerja karyawan dapat naik dengan cepat.
Selanjutnya gaya kepemimpinan otoriter paling baik diterapkan pada situasi di mana hanya ada sedikit waktu untuk pengambilan keputusan kelompok atau di mana pemimpin adalah anggota kelompok yang paling berpengetahuan. Pendekatan otokratis bisa menjadi pendekatan yang baik ketika situasi menuntut keputusan cepat dan tindakan tegas. Namun, ia cenderung menciptakan lingkungan yang disfungsional dan bahkan tidak bersahabat, sering kali mengadu pengikut dengan pemimpin yang mendominasi.
3. Kepemimpinan Partisipatif (Demokrat)
Gaya Kepemimpinan Partisipatif, dikenal sebagai kepemimpinan yang demokratis, biasanya merupakan gaya kepemimpinan yang paling efektif. Pemimpin demokratis cenderung menawarkan bimbingan kepada anggota kelompok, tetapi mereka juga berpartisipasi dalam kelompok dan mengizinkan masukan dari anggota kelompok lainnya. Karyawan atau bawahan dalam kelompok biasanya kurang produktif dibandingkan dengan anggota kelompok otoriter, namun kontribusinya lebih berkualitas.
Pemimpin partisipatif mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi, namun tetap akan mempertahankan keputusan akhir dalam proses pengambilan keputusan. Karyawan dan bawahan merasa terlibat dalam proses dan lebih termotivasi dan lebih kreatif. Pemimpin yang demokratis cenderung membuat karyawan dan bawahan merasa bahwa mereka adalah bagian penting dari tim, yang membantu menumbuhkan komitmen terhadap tujuan organisasi. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri. Kepemimpinan demokratis ialah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah. Aktif dalam menggerakkan dan memotivasi.
Penerapan gaya kepemimpinan demokratis ini dapat mempererat hubungan antar atasan dan bawahan, tumbuhnya rasa
saling memiliki dan terbinanya moral yang tinggi. Selain itu dalam gaya kepemimpinan ini komunikasi dan koordinasi sangatlah penting untuk dapat menentukan sebuah keputusan. Pada gaya kepemimpinan demokratis ini proses pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang relatif lama karena harus menentukan titik temu dari ide atau gagasan yang di ajukan dan diperlukan adanya toleransi yang tinggi agar tidak terjadi perselisih pemahaman.
4. Kepemimpinan Delegatif (Laissez-Faire)
Gaya Kepemimpinan Delegatif atau Bebas (Laissez faire) adalah cara seorang pimpinan dalam menghadapi bawahannya dengan memakai metode pemberian keleluasaan pada bawahan. Pada gaya kepemimpinan bebas ini pemimpin memberikan kebebasan secara mutlak kepada bawahannya sedangkan pemimpin sendiri hanya memainkan peranan kecil, pemimpin memfungsikan dirinya sebagai penasihat yang dilakukan dengan memberi kesempatan berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukan.
Karyawan dan bawahan memiliki kebebasan penuh untuk proses pengambilan keputusan dan meneyelesaikan pekerjaan dengan cara yang menurut karyawan paling sesuai dengan partisipasi minimal dari pemimpin. Pemimpin hampir tidak pernah melakukan pengawasan terhadap sikap, tingkah laku perbuatan dan kegiatan bawahan karena pemimpin telah percaya dan menyerahkan sepenuhnya wewenang kepada bawahan sehingga pemimpin tidak mengambil porsi dalam proses kepemimpinannya.
Pemimpin delegasi menawarkan sedikit atau tidak sama sekali bimbingan kepada anggota kelompok dan menyerahkan pengambilan keputusan kepada anggota kelompok. Meskipun gaya ini dapat berguna dalam situasi yang melibatkan para ahli yang berkualifikasi tinggi, gaya ini sering kali mengarah pada peran yang kurang jelas dan kurangnya motivasi. Berdasarkan penelitian Lewin mencatat bahwa kepemimpinan Laissez-Faire cenderung menghasilkan kelompok yang tidak memiliki arah dan anggota yang saling menyalahkan atas kesalahan, menolak untuk menerima tanggung jawab pribadi, membuat kemajuan yang lebih sedikit, dan menghasilkan lebih sedikit pekerjaan.
5. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional sering diidentifikasi sebagai gaya tunggal yang paling efektif. Gaya ini pertama kali dijelaskan pada akhir 1970-an dan kemudian diperluas oleh peneliti Bernard M. Bass. Pemimpin transformasional mampu memotivasi dan menginspirasi pengikut dan mengarahkan perubahan positif dalam kelompok. Para pemimpin ini cenderung cerdas secara emosional, energik, dan bersemangat. Mereka tidak hanya berkomitmen untuk membantu organisasi mencapai tujuannya, tetapi juga membantu anggota kelompok memenuhi potensi mereka.
Gaya kepemimpinan transformasi adalah gaya kepemimpinan yang menginspirasi dan memberdayakan individu, kelompok dan organisasi dengan cara mentransformasi paradigma dan nilai-nilai organisasi menuju kemandirian. Untuk mentransformasi paradigma dan nilai-nilai tersebut diperlukan pemimpin yang teladan dan mampu membangun optimisme dan percaya diri karyawan dan bawahannya. Pemimpin biasanya berupaya untuk memikirkan dan menciptakan kader kepemimpinan untuk pengganti dimasa depan.
Penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan ini menghasilkan kinerja yang lebih tinggi dan kepuasan kelompok yang lebih baik daripada gaya kepemimpinan lainnya. Satu studi juga menemukan bahwa kepemimpinan transformasional menyebabkan peningkatan kesejahteraan di antara anggota kelompok.
6. Kepemimpinan Transaksional
Gaya kepemimpinan transaksional memandang hubungan pemimpin-pengikut sebagai sebuah transaksi. Dengan menerima posisi sebagai anggota kelompok, individu telah setuju untuk mematuhi pemimpin. Dalam kebanyakan situasi, ini melibatkan hubungan majikan-karyawan, dan transaksi berfokus pada pengikut yang menyelesaikan tugas-tugas yang diperlukan dengan imbalan kompensasi moneter.
Kepemimpinan transaksional adalah mengikuti aturan tentang kepatuhan dan pencapaian tujuan melalui pengawasan, organisasi dan sistem penghargaan dan hukuman. Pendekatan yang berorientasi pada hasil untuk manajemen ini bekerja dengan baik dengan karyawan yang memiliki motivasi diri dan menyingkirkan mereka yang tidak berkomitmen pada tujuan bersama.
Karyawan atau bawahan yang memilki kinerja akan mendapatkan pengharagaan dan sebaliknya yang tidak patuh serta kinerja rendah akan mendapatkan hukuman atas hasil kerja dan perilakunya. Keuntungan utama dari gaya kepemimpinan ini adalah menciptakan peran yang jelas dari masing masing karyawan atau bawahan. Secara umum karyawan dan bawahan akan termotivasi untuk bekerja dengan baik untuk menerima penghargaan. Salah satu kelemahan terbesar adalah gaya transaksional cenderung melumpuhkan kreativitas dan pemikiran out-of-the-box; karena orientasi karyawan dan bawahan cenderung fokus pada penghargaan.
7. Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan Hersey dan Blanchard adalah salah satu teori situasional yang paling terkenal, diterbitkan pada tahun 1969, model ini menggambarkan empat gaya utama kepemimpinan, termasuk:
- Menceritakan (Telling & Directing) : Memberitahu orang apa yang harus dilakukan
- Menjual (Selling & Coaching) : Meyakinkan pengikut untuk membeli ide dan pesan mereka
- Berpartisipasi (Participation & Supporting) : Memungkinkan anggota kelompok untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan
- Mendelegasikan (Delegation) : Mengambil pendekatan lepas tangan terhadap kepemimpinan dan mengizinkan anggota kelompok untuk membuat sebagian besar keputusan
Referensi :
- Verywelmind; Leadership Styles and Frameworks You Should Know
- Sumber lainnya.
Baca Juga :
